You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Desa Taratak Sungai Lundang
Desa Taratak Sungai Lundang

Kec. Koto XI Tarusan, Kab. Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat

Profil Wilayah Nagari

30 Agustus 2021 Dibaca 819 Kali
  • Profil Nagari

 

  • Sejarah Nagari

Sejarah awal terbentuknya Nagari Taratak Sungai Lundang bermula dari perjalanan Nenek Moyang bernama Puti Sari Bulan bersama Suami beliau Datuak Sutan Malenggang, Datuak Rangkayo Tongga dan Sutan Rajo Malano menyusuri Air Batang Barus yang sekarang dikenal dengan Batang Tarusan. Dalam perjalanan menyusuri sungai Batang Barus mereka menemui suatu dataran yang kemudian diberi nama Taratak. Taratak sendiri berasal dari kata talatak (terletak) yang berarti tempat meletakkan beban barang bawaan yang dibawa selama perjalanan. Disinilah kemudian rombongan ini menetap dan membangun kehidupan.

Setelah Taratak berkembang menjadi sebuah nagari, maka berdatanganlah orang dari berbagai daerah seperti dari Cupak, Talang, dan Tarung-tarung  (Solok). Untuk menjalankan roda pemerintahan nagari maka ditunjuklah orang sebagai penghulu, imam, khatib, dubalang, dan manti, serta pegawai sesta, sementara Puti Sari Bulan diangkat menjadi Raja / Ratu. Selama di Taratak pasangan Puti Sari Bulan dan Datuak Sutan Malenggang dikaruniai empat orang anak yaitu; Puti Sari Dadih, Rajo Batuah (meninggal dan dimakamkan di Tampek Air Kareh, Desa Baru), Puti Sari Bintang (meninggal dan dimakamkan di Barung-Barung Belantai) dan Sutan Rajo Bujang.

Setelah suami Puti Sari Bulan meninggal dan dimakamkan di Tampek Cupak, Taratak, beliau menikah dengan Tuanku Indrapura dari Indropuro dan dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Buyung.

Buyung kemudian diangkat menjadi raja dengan gelar Mandaro Basa dan menikah dengan perempuan dari suku sipanjang. Dari perkawinan ini lahirlah seorang anak laki-laki. Anak ini mewariskan tahta raja Mandaro Basa dengan gelar Datuk Mandaro Hitam. Datuk Mandaro Hitam mempunyai seorang anak Abdul Karim

Selama kepemimpinannya, Datuk Mandaro Hitam membagi tugas bawahannya, Pamuncak di Sungai Lundang sebagai Wakil Raja, Bangkah di Kayu Batu sebagai Hulubalang Raja, Camin Taruih di Siguntur sebagai Menteri Penerangan dan Gajah Malintang di Koto Pulai sebagai Kaki Tangan Raja.

Abdul Karim diangkat menjadi raja setelah ayahnya Datuk Mandaro Hitam meninggal  dengan gelar Rajo Malintang . Beliau menikah dua kali dengan Pik Singkok dan Pik Siti Awan. Dari pernikahan dengan kedua perempuan ini Rajo Malintang tidak memperoleh keturunan hingga akhir hayatnya.

Sepeninggal Rajo Malintang, Kekuasaan diambil alih oleh wakil beliau di Sungai Lundang Rajun Datuk Rajo Lelo. Karena Rajun Datuk Rajo Lelo juga tidak mempunyai keturunan maka kekuasaan dibawa ke Siguntur oleh Rajain Datuk Rajo Basa pada Tahun 1911

  1. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan

Di masa perjuangan fisik melawan penjajahan Belanda tahun 1945 sampai tahun 1949, Taratak Sungai Lundang sudah berstatus Nagari sehingga dalam membela dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia  khususnya Daerah Pesisir Selatan Nagari Taratak-Sei Lundang memainkan peranan penting karena menjadi basis para pejuang-pejuang kemerdekaan RI melawan penjajah Belanda. Setelah Front Utara dan Front Timur (Solok) dikuasai tentara Belanda, Belanda mengerahkan seluruh angkatan perangnya untuk memasuki wilayah Pesisir Selatan yang dikenal dengan dengan Front Selatan melalui jalan darat dan laut.

Menurut perjanjian Renville tanggal 17 September 1948, Sungai Lundang masuk kedalam wilayah Republik Indonesia sedangkan Siguntur menjadi daerah pendudukan Belanda., maka pemerintahan terbagi menjadi dua yaitu :

  1. Siguntur dengan Wali Nagari Ayub dibawah kekuasaan Belanda­­ (Feodal)
  2. Sungai Lundang dibawah pemerintahan Republik Indonesia.

Dalam perjuangan fisik semua tenaga, harta benda maupun nyawa dikorbankan rakyat Sungai Lundang untuk diberikan kepada para pejuang dan pembela kemerdekaan dibawah M. Syarif Pakih Ali Sebagai Wali Perang. Jabatan Wali Perang ini kemudian diserahkan kepada Buya H. Abbas Rasyid, yang kemudian menjadi Kepala Nagari sampai akhir tahun 1958 (masa pemberontakan PRRI). Buya H. Abbas Rasyid merupakan tokoh yang dibenci dan selalu dikejar-kejar PKI. Buya H. Abbas Rasyid digantikan oleh A. Sahab Malin Magek sebagai Kepala Nagari Taratak Sungai Lundang. pada tahun 1960. A. Sahab Malin Magek meninggal dan jabatan Kepala Nagari dipegang oleh A. Hatab Malin Mulia atas kebijaksanaan pemerintah kecamatan Koto XI Tarusan.

  1. Masa Pemerintahan Kenagarian Siguntur

Pada tanggal 16 Agustus 1962,  berdasarkan keputusan Bupati Pesisir Selatan Nagari Taratak Sungai Lundang digabung dengan Nagari Siguntur dengan nama Kenagarian Siguntur. Wali Nagari dijabat oleh Salam.

Tahun 1979 Nagari-nagari yang ada berubah menjadi desa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5/1979, sehingga Taratak Sungai Lundang terbagi menjadi 3 desa yaitu

  • Desa Taratak
  • Desa Sungai Lundang
  • Desa Desa Baru

Karena jumlah penduduk Desa Baru tidak memenuhi syarat untuk menjadi sebuah desa maka digabung dengan Desa Sungai Lundang sehingga Taratak Sungai Lundang menjadi 2 Desa yaitu Desa Taratak dan Desa Sungai Lundang